Butuh Perjuangan

Ilustrasi/Perjuangan (doc/google)


Butuh Perjungan
 
Jangan mengira kehidupan ini tanpa gemuruh
Jangan menyangka langkah ini tanpa terik panas
Jangan menduga jalan ini tak berkerikil tajam
Luasnya dunia begitupula kerasnya perjuangan
 
Kita tak selalu sama meratakan hidup damai
Antara satu dan lain tak jarang ada perbedaan
Pandangan dan konsep berdiri masing-masing
Termasuk arah dan tujuan tak sejalan
Tak jarang, itu menciptakan kabut penghalang
 
Sikut-menyikut realitas yang nyata
Jatuh menyakitkan keadaan yang ada
Ini realita dalam kefanaan dunia kita
Dan kau harus pasang tiang penyangga
 
Ya inilah dunia kita di bumi
Hidup butuh perjuangan
Tak harus berpangku dan diam menelan
Bangkit dan melangkah adalah jalannya.
 
 
[Honny Pigai, QC - 23092023]

spacer

Mengapa Papua Menjadi Daerah Tertutup Bagi Wartawan Asing?

Doc/piv


MENGAPA PAPUA MENJADI DAERAH TERTUTUP BAGI WARTAWAN ASING?

Oleh : Socratez Sofyan Yoman

Pada tanggal 26 Juni 2013, saya ada pertemuan dengan seorang teman wartawan asing di Jakarta. Dalam percakapan saya dengan teman wartawan hampir satu jam itu, saya bertanya.

Kapan Anda berkunjung ke Papua untuk mendapat informasi langsung di lapangan di Papua? Teman wartawan ini menjawab:
“Kami dilarang pemerintah Indonesia berkunjung ke Papua. Saya sudah mengajukan permohonan ijin ke Papua beberapa kali tapi pemerintah Indonesia menolak permohonan saya.”
Saya bertanya lagi. Mengapa Pemerintah Indonesia melarang dan tidak diberikan ijin kepada Anda berkunjung ke Papua? Jawabnya:
“Pemerintah Indonesia mengatakan bagi warga asing tidak ada jaminan keamanan di Papua. Nanti OPM menculik dan membunuh kami orang asing.”

Setelah saya mendengar jawaban ini, saya tertawa. Teman ini kaget dan bertanya. Mengapa Socratez tertawa? Saya menjawab: Saya tertawa karena jawaban pemerintah Indonesia itu sangat lucu dan tanpa alasan yang jelas. Jawaban seperti ini bukan satu kali ini saja, namun setiap wartawan asing yang saya temui selalu mengatakan alasan yang sama. Saya mengatakan kepada teman wartawan ini, kalau demikian, pertanyaan kita semua ialah Pemerintah Indonesia sedang menyembunyikan apa di Papua? Pemerintah Indonesia sedang melakukan apa terhadap orang Papua?

Wartawan asing dilarang masuk ke Papua berarti ada sesuatu tidak beres yang disembunyikan oleh pemerintah Indonesia. Tapi sebaliknya, kalau memang Pemerintah Indonesia selama 50 tahun telah membangun dan memajukan orang Papua, sebaiknya wartawan asing diijinkan masuk ke Papua untuk memotret hasil-hasil kemajuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan dan seluruh aspek pembangunan di Papua supaya membantu dipublikasikan kepada masyarakat Internasional.

Tapi, yang pasti dan jelas: Orang Papua bukan penculik. Orang Papua bukan pembunuh. Orang Papua adalah manusia-manusia yang selalu cintai damai dan menghormati martabat manusia sejak dulu. Contoh: Sebelum Pemerintah Indonesia menduduki dan menjajah Papua melalui Perjanjian New York 15 Agustus 1962; penyerahan secara administratif oleh PBB kepada Indonesia pada 1 Mei 1963 dan kepalsuan PEPERA 1969; sejak 5 Februari 1855 sudah ada orang kulit putih, orang asing dari Eropa datang ke Tanah Papua sebagai Missionaris, Utusan Injil dari Eropa, yaitu: Johann Gotlob Geisler & Carl William Ottow. Dihitung dari kedatangan kedua orang asing ini ke Papua sejak tahun 1855, berarti 107 tahun sebelum Pemerintah Indonesia mencaplok (menganeksasi) wilayah Papua ke dalam Indonesia tahun 1962, orang-orang asing sudah ada bersama orang asli Papua di Tanah Papua.

Johann Gotlob Geisller dan Carl William Ottow tiba di Tanah Papua pada hari Minggu pagi, tanggal 5 Februari 1855, tepatnya di Teluk Doreh Mansinam, Manokwari. Mereka berkata, “Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami menginjakkan kaki di tanah ini!” Dua orang asing ini membawa Injil Yesus Kristus.

Tanggal 5 Februari 1855 adalah hari yang sangat bersejarah dan juga merupakan tonggak sejarah suci dan mulia di mana hadirnya kabar baik: Injil Yesus Kristus yang memulai peradaban orang asli Papua. Injil adalah kekuatan Allah yang membebaskan manusia dari belenggu dosa dan membebaskan manusia dari penindasan dan kolonialisme. Injil menghargai hak asasi manusia, mengangkat martabat manusia, merobohkan benteng-benteng diskriminasi dan eksploitasi hidup manusia, menghapuskan tetesan air mata dan cucuran darah orang-orang kecil yang tertindas. Injil Yesus Kristus adalah Injil yang sempurna milik semua umat manusia, semua suku dan bangsa.

Dua misionaris dari Jerman itu datang ke Tanah Papua, bertemu, bersahabat, tinggal, hidup bersama, makan bersama, menghargai, menghormati hak hidup, mengakui martabat, dan mengangkat kesamaan derajat orang Papua. Tidak pernah dan belum pernah melukai orang Papua secara fisik maupun mental. Ottow dan Geissler benar-benar menjadi sahabat setia orang Papua dalam suka dan duka. Tidak ada perbedaan dan jurang pemisah. Karena ada kasih, keadilan dan kesadamaian yang bersumber dari Salib diwartawan.

Memahami sikap, perilaku dan kebijakan Pemerintah Indonesia yang melarang bagi para wartawan asing berkunjung ke Papua sekarang ini sangat kontradiktif dengan misi Gereja dan nilai-nilai hidup yang ada di tengah-tengah orang Papua. Larangan itu lebih tepat adalah merupakan kebijakan resmi Negara. Larangan ini dinilai sebagai pencerminan dari (The Generative Politic) yang ditulis pak Nugroho tahun lalu (The Jakarta Post, 10 Juli 2012). The generative politic menurut pak Nugroho adalah pandangan-pandangan politik dan anggapan-anggapan yang melumpuhkan, menghancurkan, dan memperburuk kondisi masyarakat Papua yang dilaksanakan mendasari kebijakan publik oleh pemerintah Indonesia di Papua selama 50 tahun. Untuk menyembunyikan keadaan sangat buruk, kemiskinan telanjang dan kejahatan negara dari tahun ke tahun yang dialami rakyat Papua, pemerintah Indonesia melarang dan tidak mengijinkan para wartawan asing berkunjung ke Papua.

Untuk mengubah paradigma dan kebijakan pemerintah Indonesia sudah berlangsung hampir lima dekade ini membutuhkan perjuangan yang panjang. Seperti William Wilberforce, Anggota Parlemen Inggris Tahun 1780, hampir 330 tahun lalu yang memperjuangkan penghapusan perbudakan seorang diri di Parlemen Inggris selama 20 tahun, pada saat usia tua dan masa pensiun mengatakan, “Saya memahami bahwa mengubah opini politik publik tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi memerlukan waktu beberapa dekade. Lagi pula, kesabaran dan ketekunan dalam mewujudkan tujuan keadilan dan reformasi merupakan jalan menuju suatu perubahan permanen dan kemenangan akhir!”

Lebih jauh, Wilberforce dalam perjuangannya untuk menegakkan keadilan, mengungkapkan pesan-pesan indah sebagai berikut: (1) Kekristenan adalah kunci bagi keadilan dan kesejahteraan bangsa. (2) Hanya orang-orang yang benar-benar bertobat yang dapat dipercaya untuk memperjuangkan kedamaian dan kesejahteraan umum. (3) Bahwa satu-satunya pengharapan sejati bagi perbaikan bangsa terletak dalam Kekristenan, maka saya tidak mempercayai ideologi apa pun yang bertentangan dengan iman Kristen. (4) Jika kemajuan fisik dan mental menjadi satu-satunya kriteria bagi suatu bangsa, maka bangsa tersebut akan kehilangan rohnya. (5) Tirani dilakukan dengan alasan kestabilan sehingga penindasan semakin menjadi-jadi. (6) Janji-janji Firman Allah telah meyakinkan saya bahwa suatu pencarian keadilan yang didasarkan pada takut akan Allah tidak akan menimbulkan anarki, dan sejarah membuktikan bahwa Dia benar. (7) Biarlah saya senantiasa mengingat bahwa kewajiban saya selama di dunia bukanlah untuk bermeditasi, melainkan untuk bertindak. (8) Yang menjadi dorongan bagi saya adalah pandangan mengenai keberadaan manusia: Suatu pandangan yang berasal dari bagian pembukaan Kitab Kejadian yang mengungkapkan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah [Kejadian,1:26-28].

Kalau larangan itu pemerintah Indonesia menghubungkan dengan penyanderaan di Mapenduma tahun 1996, penyendaraan warga Belgia di Ilaga bulan Juni 2001 dan dibebaskan Agustus 2001, penembakan turis warga Jerman, Pieper Dietmar Helmut yangdikatakan ditembak oleh Orang Tak Dikenal OTK) di Pantai Base G pada 29 Mei 2012. Dan berbagai bentuk kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Papua hampir 50 tahun yang patut dipertanyakan di sini adalah: (1) Apakah benar itu dilakukan oleh orang Papua? (2) Kalau itu benar, siapa yang berdiri di belakang mereka? Siapa yang mendapat keuntungan?

Waktu saya berbicara dengan Jenderal Maruf, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Jakarta pada pertengahan bulan April 2013, saya mengatakan: “ Pak Maruf, di Papua itu ada banyak OPM binaan. Coba pak bayangkan, apakah ada mesin jahit di hutan sehingga ada bendera bintang Kejora yang baru dikibarkan di hutan-hutan? Apakah ada mesin jahit di hutan sehingga ada yang menjahitnya di hutan? Apakah ada toko kain di hutan-hutan sehingga kainnya di beli dan dijahit menjadi Bendera Bintang Kejora? Kemudian bagaimana OPM itu mendapatkan senjata dan amunisi begitu banyak? Sementara di seluruh Airport pintu masuk dan keluar pesawat dan kapal di Papua dijaga ketat dan semua barang diperiksa oleh aparat keamanan Indonesia yang bertugas. Pak Maruf menjawab: “ Saya baru tahu sekarang ada juga OPM binaan di Papua.”

Menjadi terang bagi para pembaca opini ini, bahwa penculikan dan penembakan yang dilakukan di Papua itu bukan OPM murni tetapi OPM binaan. Kalau para pembaca ada yang sudah membaca buku saya berjudul: “Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat” (2007) yang dilarang Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung, pada halaman 255-256, saya mengulas secara singkat: OPM Sejati dan OPM Binaan Militer dan Polisi Indonesia. Jadi, kekerasan dan kejahatan terhadap kemanusiaan, stigma orang Papua separatis, makar dan OPM itu sengaja diciptakan sebagai mitos dan dipelihara dan dipupuk supaya Papua itu menjadi daerah konflik dan tertutup bagi orang asing ke Papua, daerah latihan militer, untuk naik pangkat, untuk dapat uang banyak dan menambah pasukan dengan alasan ada separatisme di Papua. Sementara Ottow dan Geissler tidak pernah memberikan stigma orang Papua seperti separatis, makar, OPM, primitif, kanibal, terbelakang, terbodoh, termiskin, tertinggal, belum maju.

Pengamat intelijen AC Manulang, Mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) mengakui: “Bukan tidak mungkin dan jarang terjadi jika berbagai kerusuhan di berbagai daerah terlepas dari aktor intelektual dari Jakarta. Sangat mungkin kerusuhan ini didesain dari Jakarta dengan berbagai tujuan. Sangat tidak logis, aparat kepolisian tidak bisa memanfaatkan tokoh lokal yang sangat berpengaruh dan meminta warga agar tidak lepas kendali. Rekayasa kerusuhan SARA juga akan terus dipelihara di Maluku maupun kawasan Indonesia bagian Timur. Sekarang mulai merambah ke wilayah Barat. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, situasi Ambon, Lampung, Poso maupun Papua masih terus bergejolak. Ini tidak lepas dari kepentingan elit di Jakarta.” (Sumber: Indopos: Minggu, 04 November 2012).

Pertanyaan lain adalah (1) Mengapa OPM tidak pernah menculik orang asing sebagai misionaris yang bertugas bertahun-tahun di daerah-daerah terpencil di pedalaman-pedalaman Papua yang jauh dari kota? (2) Mengapa OPM tidak pernah menculik para turis asing yang datang ke Papua pedalaman perorangan maupun rombangan? (3) Mengapa OPM tidak culik para transmigran yang ada di dekat-dekat hutan yang jauh dari kota hampir merata di Papua seperti: di Sorong, Manokwari, Nabire, Merauke, Keerom-Arso?

Ada keprihatinan yang dalam bahwa kekerasan Negara terus terjadi di Tanah leluhur orang Papua. Kenyataan ini membuktikan pemerintah dan aparat keamanan Indonesia di Tanah Papua telah gagal melindungi dan mengindonesiakan penduduk orang asli Papua. Keprihatinan ini sudah disampaikan oleh orang Papua dalam (a) 11 rekomendasi Musyawarah Majelis Rakyat Papua Dan Masyarakat Asli Papua pada 9-10 Juni 2010; (b) Komunike bersama pimpinan Gereja pada 10 Januari 2011; (c) Deklarasi teologi para pemimpin Gereja 26 Januari 2011; dan (d) pesan profetis Pimpinan Gereja Papua kepada Presiden RI, 16 Desember 2011 di Cikeas, Jakarta.

Keprihatinan yang sama juga disampaikan oleh negara-negara anggota PBB (Amerika Serikat, Inggris, Swiss, Kanada, Norwegia, Korea Selatan, Jepang, Prancis, Jerman, Meksiko, Selandia Baru, Australia, Spanyol dan Italia) dalam Sidang HAM PBB (UPR) 23 Mei 2012 di Genewa, Swiss.

Berangkat dari kenyataan itu dalam opini ini ditegaskan bahwa pemerintah dan aparat keamanan Indonesia sebagai bagian dari masalah kekerasan ini; yang Negara ciptakan, pelihara, biarkan untuk melegitimasi kekerasan-kekerasan selanjutnya di Tanah Papua dan memanfaakannya untuk memperkuat institusi keamanan. Alasan para wartawan asing dilarang ke Papua sudah mejadi jelas bagi para pembaca opini, yaitu: supaya mereka tidak mengetahui dan membongkar “borok” kekerasan Negara terhadap kemanusiaan, kemiskinan telanjang dan pemusnahan etnis penduduk asli Papua selama 50 tahun.

_________________________________
Penulis: Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua. Juga penulis buku: Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Tanah Papua Barat; Suara Bagi Kaum Tak Bersuara; Integrasi Belum Selesai; West Papua: Persoalan Internasional; Otonomi Khusus Papua Telah Gagal; Saya Bukan Bangsa Budak; Apakah Indonesia Menduduki dan Menjajah Bangsa Papua?

spacer

Jangan Menyerah

[doc/pribadi]

Jangan Menyerah
 
Marilah melangkah bersama
Tanpa mundur dari kerikil jalan
Juga pada debu yang menyayat
Berjuang mengapai harapan
 
Jika terpeleset jatuh berdarah
Jika goresan luka mengaga
Ingatlah pada harapan awal
Dia masih menanti kedatanganmu
 
Jatuh itu menyakitkan
Bagi mereka yang tak mau mencoba
Jatuh itu menyebalkan
Bagi mereka yang putus asa
 
Tapi indah bagi yang biasa
Pemandangan berkesan terukir
Ada makna hidup yang bernilai
Di sana tempat pendewasaan diri
 
Jangan menyerah tanpa mencoba
Bangulah walau jatuh lagi
Ini masih pagi untuk hidup
Raih setinggi mungkin harapanmu.
 
 
[By; Honny Pigai - QC, 15092023]

spacer

Mengapa Dunia Abaikan Papua?

Selpius Bobii/doc.

Oleh: Selpius Bobii
*) Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2)
 
Bangsa Papua telah lama menaruh harapan kepada bangsa bangsa lain untuk bebas dari penjajahan lebih khusus kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mata hati pikiran kebanyakan orang Papua terarah kepada bangsa-bangsa lain di dunia karena berpikir bahwa penentu kemerdekaan bangsa Papua itu ada di bangsa bangsa lain, khususnya ada di tangan PBB. 
 
Memang secara formal, sebuah kemerdekaan suatu bangsa akan mendapat tempat di forum-forum di dunia, khususnya di PBB apabila kemerdekaan suatu bangsa itu diakui oleh bangsa-bangsa merdeka di dunia. Hal ini mengingat pentingnya membangun Kerjasama bilateral dan multilateral dalam kerangka mewujudkan damai sejahtera di bumi. 
 
Ada beberapa bangsa di dunia yang belum diakui kemerdekaannya oleh PBB, antara lain: Ossetia Selatan, Cyprus Utara, Palestina, Taiwan, Nagorno Transnistria, Sahara Barat, Abkhazia, Kosovo, Artsakh, Pridnestrovian Moldavian, Somaliland, dan lain-lain.
 
Bangsa Papua sudah 60 tahun lebih berjuang untuk memulihkan kembali kemerdekaan bangsa Papua 1 Desember 1961. Selama ini segala cara ditempuh, namun hingga sampai kini bangsa Papua belum mewujudkan impiannya.
 
Dari sejak tahun 1960-an, banyak orang asli Papua sudah eksodus ke manca negara untuk berkampanye dan melobi dalam rangka pemulihan kembali kemerdekaan bangsa Papua. Para tokoh Papua telah berkampanye dan melobi dari negara yang satu ke negara yang lain. Tetapi hingga sampai hari ini bangsa Papua belum didukung oleh negara-negara di dunia, kecuali negara Vanuatu yang beberapa tahun terakhir ini konsisten mendukung perjuangan bangsa Papua, juga ada pula negara lain mulai ada dukungan, misalnya negara Fiji. 
 
Mengapa negara-negara di dunia ini mengabaikan bangsa Papua untuk pemulihan kembali kemerdekaan bangsa Papua? 
 
Berikut ini alasannya: Pertama, masing-masing negara di dunia terikat dengan Hukum Internasional, yaitu masingmasing negara di dunia menghormati kedaulatan wilayah negaranya. Kedua, kepentingan kerjasama bilateral atau multilateral jauh lebih penting daripada isu isu kemanusiaan atau isu isu sektoral lainnya. Apalagi negara Indonesia dipandang sebagai negara yang berpenduduk terbesar ketiga di dunia, maka di sisi pasar ekonomi sangat menjanjikan dan ketersediaan cadangan sumber daya alam (SDA) yang melimpah.
 
Memang bangsa-bangsa di dunia ini terikat juga dengan Deklarasi Umum HAM PBB dan tiga Kovenan Internasional tentang penentuan nasib sendiri bagi suatu bangsa, tetapi negara-negara di dunia ini lebih mementingkan kerjasama bilateral dan multilateral lebih khusus di bidang ekonomi, ketimbang isu-isu penentuan nasib sendiri.
 
Isu-isu seputar Papua dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain, baik perorangan, kelompok ataupun negara tertentu di dunia untuk memenuhi keinginan atau kepentingan mereka. Negara Indonesia membendung berbagai sorotan atas masalah HAM dan politik Papua dari berbagai pihak itu dengan pendekatan “politik dagang sapi”.
 
Perjuangan bangsa Papua yang telah memakan waktu 60 tahun lebih itu bukan karena bangsa Papua tidak mampu meyakinkan bangsa-bangsa merdeka di dunia. Para tokoh Papua yang sudah lama berjuang di luar negeri ini orang-orang hebat yang memiliki kemampuan otak yang luar biasa.
 
Kita juga punya kekayaan alam Papua yang melimpah, tetapi hingga kini belum ada negara di dunia yang menyatakan dukungannya untuk kemerdekaan bangsa Papua. Justru kekayaan alam kita digadaikan oleh negara Indonesia kepada negara lain untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI.
 
Alasan paling mendasar hingga sampai hari ini bangsa Papua belum bebas berdaulat karena bangsa Papua belum memahami dan belum melaksanakan kehendak rencana Tuhan. Selama ini bangsa Papua berjuang dengan mengandalkan hikmat duniawi dan mengabaikan hikmat dari atas –dari Surga– dari Tuhan; kita sudah lama berjuang dengan mengandalkan kemampuan yang kita miliki atas dasar kehendak kita, dan mengabaikan kehendak Tuhan.
 
Yang harus kita lakukan sekarang adalah bangsa Papua terlebih dahulu menyenangkan hati Tuhan, yaitu memahami dan melaksanakan kehendak rencana Tuhan, dengan demikian pada waktunya Tuhan akan memulihkan bangsa Papua dari pulau Gag Sorong sampai Samarai PNG.
 
Tentang rencana kehendak Tuhan itu kami sudah buat buku berjudul: “Bergulat Menuju Tanah Suci Papua” yang sudah diluncurkan pada 1 Desember 2020 di Jayapura, sekaligus menyatakan “Deklarasi Pemulihan Bangsa Papua Lahir Baru di Dalam Tuhan” dengan mengumumkan berdirinya “Kerajaan Transisi Papua” atas perintah dan kehendak Tuhan; Dan buku kedua adalah: “Ya Tuhan! Dari Mana Papua Bertolak dan Ke Mana Papua Pergi? ‘Menakar Solusi Meraih Impian Papua” yang dalam bentuk PDF kami sudah luncurkan pada hari Selasa 5 September 2023.

Camkanlah bahwa dunia mengabaikan bangsa Papua, karena selama ini bangsa Papua juga mengabaikan Tuhan. Selama ini bangsa Papua mengarahkan pandangan ke berbagai penjuru dunia, tidak mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan. Kita tidak memahami rencana Tuhan tentang masa depan bangsa Papua dan tidak melaksanakan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Inilah akar masalah di dalam diri bangsa Papua yang harus segera perhatikan, kerjakan dan tuntaskan.
 
Apa yang kita tabur selama ini, itulah yang kita tuai hari ini, yaitu Tuhan juga tidak menjawab kerinduan atau impian bangsa Papua karena arah pandang kita terarah kepada dunia. Kita juga tidak taat pada perintah Tuhan. Tetapi kita jangan putus asah karena Tuhan punya waktu yang indah untuk memulihkan Tanah Air dan Bangsa Papua dari pulau Gag Sorong sampai Samarai PNG.
 
Kita belum terlambat, sebelum Tuhan memulihkan bangsa Papua, kita diberi sedikit waktu oleh Tuhan untuk memulihkan diri yaitu bertobat dari dosa, berdamai dengan siapapun, dan bersatu di dalam rencana kehendak Tuhan, bukan bersatu di dalam rencana kehendak manusia yang penuh ambisi dan kepentingan sektoral. Seperti ada tertulis dalam Injil Matius 6:33 “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”.
 
Perlu kita ketahui bahwa bangsa lain di dunia tidak mendukung kita dengan kesungguhan hati, karena bangsa Papua tidak dengan sungguh hati mengasihi Tuhan, karena bangsa Papua tidak melaksanakan kehendak Tuhan, karena bangsa Papua tidak taat pada perintah Tuhan, karena bangsa Papua tidak menjaga kekudusan dalam kebenaran Firman Tuhan. Hal ini penting karena kemerdekaan bangsa Papua adalah kemerdekaan untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Maka itu, janganlah kita salahkan pihak lain, jangan kita marah kepada bangsa lain yang tidak mendukung dan mengakui kemerdekaan bangsa Papua 1 Desember 1961 sebelum kita sendiri belum menyenangkan hati Tuhan, sebelum kita mencari dan menemukan wajah Tuhan.
 
Sebelum kita salahkan pihak lain, marilah kita koreksi diri terlebih dahulu. Kesalahan utama dan terutama kembali kepada kita bangsa Papua sendiri, yaitu bangsa Papua belum menyenangkan hati Tuhan, karena bangsa Papua belum melaksanakan kehendak Tuhan, belum taat pada perintah Tuhan. Marilah kita memulihkan diri agar Tuhan memulihkan bangsa Papua indah pada waktu-Nya.
 
Marilah kita bersatu mengawal jalan yang Tuhan sudah buka yang sedang dikawal oleh JDRP2. Hanya dengan mengikuti jalan yang Tuhan sudah buka ini, kita akan segera bebas merdeka memasuki Tanah Suci Papua indah pada waktu Tuhan.
 
Mazmur 121:1-2 (TB) “… Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi”.
 
Atas pertolongan Tuhan, Papua pasti bisa. (*)
 
Jayapura, Sabtu, 9 September 2023


spacer

Destroy the Oppressor

Illustration


DESTROY THE OPPRESSOR

The spirit's flame continues to burn.
Ignite the hope to defend the nation
Sacrifice body and soul
Expel the invaders from our homeland
Hundreds of lives of the nation's fighters have been lost
They bravely fought back
Slashing injustice even in obstacles
So that no more people are bridled

The Rulers still oppress
The people are still seriously wounded and even rotting
Defending the right to life is considered a troublemaker
Demanding the truth is considered a disturb-maker
But the partiality of conscience does not remain silent
For the sake of seeing generations live in peace


[Honny Pigai, QC, 08092023]

spacer

For Goodness

Illustration


FOR GOODNESS

Stretch out your hand,
to those in trouble.

Tilt your ears,
to those who groan.

Give them a shade umbrella,
for those who have been splashed by rain.

Give them a crutch,
for those who slip on the road.

Sprinkle love on every path
Spread justice for everyone
Offer kindness to others


[Honny Pigai, Sby_08072023]

spacer

Your Goodness

Illustration - Your Goodness 

YOUR GOODNESS
 
Before your arrival here,
I was like a fragile branch that had already fallen,
buffeted by the strong wind.
Then, the pouring rain carried me away,
I don't know where I am now,
As if lost in myself.
 
You come from nowhere,
Erasing my fading hope,
Strengthens my wavering intentions,
Warm comfort within,
Repainting damaged roads,
Embrace in your sincere prayers.
 
You are enchanting rhyme,
Your poetry engraves the charm of love,
Swept away every human being,
and awaken buried love.
 
Your every lyric burns the soul,
Turn on the imprisoned conscience,
and free the shackles in the chest.
 
Even if I can't repay you,
Let me say a few words,
Even if it doesn't compare to everything,
THANK YOU, MAN
Everything will be fine again.
 
 
[Honny Pigai - QC, 02092023]

spacer